Minggu, 20 Desember 2020

HASAN AL-BASHRI

 


1 HASAN AL-BASHRI

 =====================

Hasan bin Abil Hasan al-Bashri lahir di kota Madinah pada tahun 21H / 642. Ia adalah putera dari seorang budak yang ditangkap di Maisan, kemudian menjadi klien dari sekretaris Nabi Muhammad, Zaid bin Tsabit. Karena dibesarkan di Bashrah ia bertemu dengan banyak sahabat Nabi, antara lain - seperti yang dikatakan orang - dengan tujuh puluh sahabat yang turut dalam Perang Badar.Hasan tumbuh menjadi seorang tokoh di antara tokoh yang paling terkemuka pada zamannya. Dan ia termasyhur karena kesalehannya yang teguh, dan secara blak-blakan menentukan sikap kelompok atas yang berfoya-foya. Sementara teolog-teolog dari kalangan Mu'tazilah memandang Hasan sebagai pendiri gerakan mereka (“Amr bin 'Ubaid dan Wasil bin Atha” yang menjadi muridnya),

didalam higografi sufi, ia dimuliakan sebagai salah seorang di antara tokoh-tokoh suci yang terbesar pada masa awal sejarah Islam. Hasan meninggal di kota Bashrah pada tahun 110H / 728 M. Banyak pidato-pidatonya - memang ia adalah seorang yang cemerlang - dan ucap-ucapannya dikutip oleh penulis-penulis bangsa Arab dan tidak sedikit di antara surat-suratnya yang masih dapat kita saksikan hingga sekarang .

HASAN DARI BASHRAH BERTAUBAT

Pada mulanya Hasan dari Bashrah adalah seorang pedagang batu permata, karena ia dijuluki Hasan si pedagang mutiara. Hasan mempunyai hubungan dagang dengan Bizantium, karena itu ia berkepentingan denga para Jenderal dan Menteri Kaisar, dalam sebuah peristiwa ketika pengunjung ke Bizantium, kunjungi Perdana Menteri dan mereka berbincang-bincang beberapa saat.

 

“Jika Anda suka, kita akan pergi ke suatu tempat”, si menteri ajakan Hasan.

 

“Terserah kepadamu,” jawab Hasan, “Ke mana pun aku menurut.” Si  memerintahkan agar disediakan seekor kuda untuk Hasan.

 

Si naik ke punggung kudanya, Hasan pun melakukan hal yang serupa, setelah itu berangkatlah mereka menuju pdang pasir.Sesampainya di tempat tujuan, Hasan melihat sebuah tenda yang terbuat dari brokat Bizantium, diikat dengan tali sutra dan di pancang dengan tiang emas di atas tanah. Hasan berdiri di jejauhan.

 

Tak berapa lama kemudian muncul lah sepasukan tentara perkasa dengan perlengkapan perang yng sempurna.Mereka lalu berkunjung tenda itu, ia meggumamkan beberapa patah kata kemudian pergi. Setelah itu muncul para filosof dan cerdik pandai yang hampir empat ratus orang kesalahan. Mereka acara tenda itu, menggumamkan beberpa patah kata kemudian berlalu dari tempat itu. 

Datang lagi tigaratus orang-rang tua yang arif bijak sana dan berjanggut putih, mereka menghampiri dan kabar tenda itu, lalu menggumamkan beberapa patah kata, kemudian berlalu, Akhirnya datang pula lebih dari dua ratus perawan cantik masing-masing mengusung nampan penuh dengan emas, perak dan batu permata, mereka memuji tenda itu dan menggumamkan beberapa patah kata

kemudian pergi meniggalkannya. Hasan mengissahkan betapa ia sangat heran menyaksikan kejadian-kejadian itu dan bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah artinya semuanya itu? “Ketika kami meninggalkan tempat itu”, Hasan menceritakan kisahnya,

 

“Aku bertanya kepada si perdana menteri, Si perdana menteri menjawab bahwa dahulu Kaisar mempunyai seorang putera yang tampan, menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan tak terkalahkan di dalam arena kegagah perkasaan. Kaisra 

sangat sayang kepada puteranya itu. Tanpa terduga-duga, pemuda jatuh sakit. Semua tabib paling baik sekalipun tidak mampu menyembuhkan penyakitnya. 

Akhirnya si pemuda putera mahkota itu meninggal dan dikuburkan di bawah naungan tenda tersebut. Setiap tahun orang-orang datang berziarah ke kuburannya ”.

 

Sepasukan tentara yang mula-mula kabar tenda tersebut berkata: “Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini terjadi di medan pertempuran, kami semua akan membuat jiwa raga kami untuk menyelamatkanmu.Tetapi malapetaka yang menimmpamu ini datang dari Dia yang tak sanggup kami perangi dan tak dapat kami tantang ”.Setelah berucap seperti itu mereka pun berlalu dari tempat itu.

 

Kemudian tiba giliran giliran para filosof dan cerdik pandai. Mereka berkata: Malapetaka yag menimpa dirimu ini datang dari Dia yang tidak dapat 

kami lawan dengan ilmu pengetahuan.Filsafat dan tipu muslihat. Karena semua filosofi di atas bumi ini tidak berdaya menghadapi-Nya dan semua cerdik pandai 

hanya orang-orang dungu di hadapan-Nya.Jika tidak demikian halnya, kami telah berusaha dengan mengajukan dalih-dalih yang tak dapat di pantah siapa pun 

di alam semesta ini :. Setelah berucap demikian para filosof dan cerdik pandapi 

itu pun berlalu dari tempat tersebut.

 

Selanjutnya orang-orang tua yang mulia tampil seraya kata: 

“Mahkota Wahai putera, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini dapat

dicegah oleh campur tangan orang-orang tua, niscaya kami telah mencegahnya 

dengan do'a do'a kami yang rendah hati ini, dan pastilah kami tidak akan 

meninggalkan engkau seorang diri di tempat ini. Tetapi malapetaka yang 

ditimpakan kepadamu datang dari Dia yang sedikit pun tak dapat 

dicegah oleh campurtangan manusia-manusia yang lemah ”. Setelah kata-kata ini

mereka ucapkan merekapun berlalu.

 

Kemudian dara-dara cantik dengan nampan-nampan yang berisi emas dan 

batu permata datang menghampiri, datanglah tenda itu dan berkata: “Wahai 

putera Kaisar, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini bisa ditebus 

dengan kekayaan dan kecantikan, niscaya kami merelekan diri dan harta kekayaan 

kami yang Banyak ini untuk menebusmmu dan tidak kami tinggalkan engkau di 

tempat ini. Namun mala petaka ini ditimpakan oleh Dia yang tak dapat 

diandalkan oleh harta kekayaan dan kecantikan. ” Setelah kata-kata ini 

ucapkan, meninggalkan tempat itu.

 

Terakhir sekali Kaisar beserta perdana menteri tampil, masuk ke 

dalam tenda dan berkata: “Wahai biji mata dan pelita hati ayahanda! Wahai buah 

hati ayahanda! Apakah yang dapat dilakukan oleh ayahanda ini? Ayah 

handa telah mendatangkan sepasukan tentara yang perkasa, para filosof dan cerdik pandai, 

para pawang dan penasehat, dan dara-dara cantik yang jelita, harta benda dan 

segala macam barang-barang berharga.Dan ayahanda sendiri pun telah datang. 

Jika semua ini ada faedahnya, maka ayahanda pasti melakukan segala sesuatu yang 

dapat ayahanda lakukan. Tetapi malapetaka ini telah ditimpakan kepadamu oleh 

Dia yang tidak dapat dilawan oleh ayahanda beserta segala aparat, pasukan,

pengawall, harta benda dan barang-barang berharga ini. Semoga 

mendapat kesejahteraan, selamat tinggal sampai tahun yang akan datang. ” 

Kata-kata yang diucapkan sang Kaisar kemudian ia berlalalu dari tempat itu.

 

Pengisahan si menteri ini sangat menggugah hati Hasan. Ia tidak 

dapat melawan dia. Dengan segera ia bersiap-siap untuk kembali ke 

negerinya. Sesampainya di kota Bashrah ia bersumpah tidak akan tertawa lagi 

di atas dunia ini sebelum siaga dengan pasti bagaimana nasib 

yang akan dihadapinya nanti. Ia melakukan segalam macam kebaktian dan disiplin 

diri yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun pada masa hidupnya.

 

HASAN DARI BASHRAH DAN 

ABU'AMR

 

Pada suatu hari, ketika Abu 'Amr, seorang ahli tafsir 

terkemuka sedang mengajar Al-Quran, tak disangka-sangka datanglah seorang 

pemuda tampan ikut mendengarkan pembahasanya. Abu 'Amr terpesona memandang 

pemuda dan secara mendadak lupalah ia akan setiap kata dan huruf 

dalam Al Quran. Ia sangat menyesal dan gelisah karena perbuatannya itu. Dalam 

keadaan seperti ini pegilah ia mengunjungi Hasan dari Bashrah untuk mengadukan 

kemasygulan hatinya itu.

 

"Guru." Abu 'Amr berkata sambil menangis dengan sedih, “Begitulah 

kejadiannya. Setiap kata dan huruf Al-Quran telah hilang dari ingatanku. ”

 

Hasan begitu terharu mendengar perasaan Abu 'Amr.

 

“Sekarang ini adalah musim haji.” Hasan berbicara. 

Pergilah ke Tanah Suci dan tunaikan ibadah haji. Sesudah ituu pegilah ke Masjid 

Khaif. Di sana engkau akan bertemu denga seorang tua. Jangan engkau langsung menegusnya 

tetapi tunggulah sampai keasyikannya tepat selesai. Setelah itu berulah 

engkau mohonkan agar ia mau berdoa untukmu. ”

 

Abu 'Amr menuruti petuah Hasan. Di pojok ruangan masjid Khaif, Abu 

'Amr melihat seorang tua yang patutu dimuliakan dan beberapa orang yang duduk mengambil 

dirinya. Beberapa saat kemudian masuklah seorang lelaki yang 

berpakaian putih bersih. Orang-orang itu memberi jalan kepadanya. Mengucapkan 

salam dan setelah itu mereka pun berbincang-bincang dengan dia. Ketika waktu 

shalat tiba, lelaki tersebut minta diri untuk meninggalkan tempat itu. 

Tidak berapa lama kemudian yang lain-lain pun pergi ke ula, sehingga 

tinggal di tempat itu hanyalah si orang tua tadi.

 

Abu 'Amr menghampirinya dan mengucapkan salam.

 

“Dengan Nama Allah, tolonglah diriku ini,” Abu 'Amr berkata sambil 

menangis. Kemudian menerangkan dukacita yang menimpa dirinya. Si orang tua 

sangat prihatin mendengar penuturan Abu 'Amr tersebut, lalu menegah kepala 

dan berdoa. “Belum lagi ia merendahkan sebuah,” Abu 'Amr mengisahkan, “Semua 

kata dan huruf Al Quran telah dapat ku ingat kembali. Aku bersujud di lapangan 

karena begitu syukurnya. ”

 

Siapa yang telah menyuruhmu untuk menghadap ke ku? ” Kata orang 

tua itu bertanya kepada Abu 'Amr.

 

“Hasan dari Bashrah,” Jawab Abu 'Amar.

 

“Jika seseorang telah mempunyai imam seperti Hasan.” Lelaki tua 

berkomentar, 'mengapa ia memerlukan imam yang lain? Tapi baiklah, 

Hasan telah menunjukan siapa diriku ini dan kini akan ku tunjukan siapakah dia 

sebenarnya. Ia telah membuka selubung diriku dan kini ku buka pula selubung 

dirinya, ”Kemudian orang tua itu”, “Lelaki yang berjubah putih tadi, 

yang datang ke sini setelh waktu shalat 'Ashar, dan yang terlebih dahulu 

meninggalkan tempat ini serta dihormati orang-orang lain tadi, ia adalah Hasan. 

Setiap hari setelah melakukan Shalat 'Ashar di Bashrah ia berkunjung ke 

sini, berbincang-bincang bersamaku, dan kembali lagi ke Bashrah untuk shalat

Maghrib di sana. Jika seseorang telah mempunyai imam seperti Hasan, mengapa ia 

masih merasa perlu memohonkan doa dari diriku ini? ”

 

HASAN DARI BASHRAH DAN 

PENYEMBAH API

 

Hasan mempunyai tetangga yang bernama Simeon, seorang penyembah 

api. Suatu hari Simeon jatuh sakit dan ajalnya hampir tiba. Sahabat-sahabat 

meminta -minta Hasan sudi mengunjunginya ,. Akhirnya Hasan pun pergi mendapatkan 

Simeon yang terbaring di atas tempat tidur dan badannya telah kelam karena api 

dan asap.

 

“Takutlah kepada Allah,” Hasan menaseharkan, “Engkau telah menyia-nyiakan seluruh usiamu di tengah-tengah api dan asap.”

 

“Ada tiga hal yang telah mencegahku untuk menjadi seorang Muslim,” jawab Simeon penyembah api. “Yang pertama adalah kenyataan bahwa walaupun 

kalian menghimpun keduniawian, tapi siang dan malam kalian mengejar harta kekayaan. Yang kedua, kalian mengatakan bahwa 

seseorang harus siap, namun kalina tidak siap-siap untuk menghadapinya. Yang 

ketiga, kalian mengatakan bahwa wajah Allah akan terlihat, namun hingga saat ini kalian melakukan segala sesuatu yang tidak di ridhai-Nya. ”

 

Inilah ucapan dari sungguh-sungguh-sungguh-sungguh, ”jawab Hasan. “Jika orang-orang Muslimberbuat seperti yang engkau 

katakan, apa pulakah yang semoga engkau katakan? Mereka mmengakui keesaan Allah 

sedang engaku menyembah api selama tujuh puluh tahun, dan aku tak pernah 

kebersamaan seperti itu. Jika kita sama-sama terseret ke dalam 

neraka, neraka neraka akan melakukan dirimu dan diriku, tetapi jika Allah, api tidak akan 

berani menghanguskan rambut pun pada tubuhku. Hal ini adalah karena api 

diciptakan Allah dan segala ciptaan-Nya tunduk kepada perintah-Nya. Walau pun 

engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, marilah kita bersama-sama

menaruh tangan kita ke dalam api agar engkau dapat menyaksikan sendiri betapa 

api itu sesunggunya tak berdaya betapa Allah itu Maha Kuasa. ”

 

Setelah berrkata demikian Hasan memasukan satukan ke dalam api. 

Namun sedikitpun ia tidak cedera atau terbakar. Menyaksikan hal ini Simeon 

terheran-heran. Fajar pengetahuan terlihat olehnya.

 

“Selama tujuh puluh tahun aku telah menyembah api,” keluhan 

Simeon, “kini hanya dengan satu atau dua helaan nafas ssaja yang tersisa, 

apakah yang harus ku lakukan?”

 

“Jadilah seorang Muslim,” jawab Hasan.

 

“Jika engkau memberiku sebuah jaminan tertulis bahwa Allah tidak 

akan menghukum diriku,” kata Simeon, “Barulah aku menjadi Muslim. Tanpa jaminan 

itu aku tidak mempelajari agama Islam. ”

 

Hasan segera membuat surat jaminan.

 

“Kini susullah orang-orang yang jujur ​​di kota Bashrah untuk 

memberikan kesaksian mereka di atas surat jaminan tersebut. Simeon mencucurkan 

air mata dan menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim. Kepada Hasan ia 

sampaikan wasiatnya yang terakhir, “Setelah aku mati, mandikanlah aku dengan

tanganmu sendiri, kuburkanlah aku dan selipkan surat jaminan ini di tanganku. 

Surat ini akan menjadi bukti bahwa aku adalah seorang Muslim. ”

 

Setelah berwasiat demikian ia mengucap dua kalimah syahadat dan 

menghembuskan nafasnya yang terakhir.Mereka memandikan mayat Simeon, 

mendhalatkannya dan menguburkannya dengan sebuah surat jaminan di. 

Malam harinya Hasan pergi tidur sambil merenungi apa yang telah berlalu 

. “Bagaimana aku dapat menolong seseorang yang sedang tenggelam sedang aku 

sendiri dalam keadaan yang serupa. Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, 

tetapi mengapa aku berani mematikan apa yang akan dilakukan oleh Allah? ”

 

Dengan pikiran-pikiran seperti ini Hasan terlena. Ia bermimpi 

bertemu dengan Simeon, wajah Simeon cerah dan bercahaya seperti sebuah pelita; 

di kepalanya terlihat sebuah mahkota. Ia melakukan sebuah jubah yang indah dan 

sedang berjalan-jalan di taman surga.

 

Bagaimana keadaanmu Simeon? tanya Hasan datang.

 

"Mengapakah engkau bertanya padahal engkau menyaksikan sendiri?" 

jawab Simeon. “Allah Yang Maha Besar dengan segala kemurahan-Nya telah 

menghidupi diriku kepada-Nya dan telah menutupi wajah-Nya kepadaku. 

Karunia yag dilimpahkan-Nya kepdaku melebihi segala kata-kata. Engkau telah 

memberiku sebuah surat jaminan, terimalah kembali surat jaminan ini karena aku 

tidak membutuhkannya lagi. ”

 

Ketika Hasan terbangun, ia mendapatkan surat jaminan itu telah berada di bawah kendali. “Ya Allah,” Hasan berseru, “aku menyadari bahwa segala 

sesuatu yng Engkau lakukan adalah tanpa sebab karena kemurahan-Mu sendiri- 

sendiri. Siapa yang akan tersesat di pintu-Mu? Engkau telah memberikan seseorang yang telah menyembah api tujuh puluh tahun, untuk menghampiri-Mu, 

sendiri-mata karena sebuah ucapan.Betapakah Engkau akan menolak seseorang yang 

telah beriman selama tujuh puluh tahun? ”

 

Sumber: Kisah ini diambil dari Kitab “Tadzkiratul Auliya”, “Warisan Para Auliya (terjemah)” Karya Fariduddin Attar.

 

 

----- والله اعلم بالصوب -------