Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nabi Adam di dalam Al-Quran Allah sebutkan sebanyak 25 kali seperti jumlah nabi dan rasul yang dicatat dalam Alquran.
Kalau kita ambil dari akar kata Adam bisa
diartikan Campuran. Sebelum Adam, ada makhluk yang sudah Allah ciptakan
terlebih dahulu yaitu Malaikat. Malaikat adalah makhluk yang karakternya taat
maka disebutlah Malaikat yang tinggal di Alam Malakut (Alam Ketaatan). Kemudian
ada makhluk lain kebalikan dari Malaikat, yaitu syaitan dan binatang yang
bergerak berdasarkan intuisinya saja. Lalu Allah campurkan semua karakter tadi,
ada karakter Malaikat, Syaitan dan binatang, maka manusia nanti bisa jadi lebih
hina daripada binatang bahkan lebih hina daripada Syaitan dan juga manusia bisa
lebih mulia daripada Malaikat. Percampuran inilah yang disebut dengan kata adama.
Jadi Manusia adalah makhluk baru yang punya karakter baru hasil percampuran
dari karakter Malaikat, Syaitan dan Binatang. Lalu dimana tempat
percampurannya? tempat percampurannya itulah ada di dalam jiwa manusia.
Di dalam jiwa manusia, Allah sudah menanamkan
potensi baik dan buruk. Potensi baik ini mewakili sifat malaikat dan potensi
buruk mewakili sifat syaitan dan binatang. Kemudian Allah campurkan jadi satu
dalam jiwa manusia sebagaimana yang telah Allah sampaikan dalam firmannya:
وَنَفْسٍ
وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ
مَنْ زَكَّاهَا (9)
“Demi jiwa dan penyempurnaan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu.”(QS. as-Syams [91]: 7-9).
Potensi baik dan buruk itu masuk ke dalam
diri manusia melalui data. Data yang masuk itu tentang apa? apakah tentang Syaitan,
apakah tentang binatang, atau tentang Malaikat, karena data yang masuk itulah
yang akan mempengaruhi seseorang. Apakah yang dominan data baik atau
sebaliknya. Maka dalam penggunaan kata Adam yang pertama dalam Al - Quran ada di
surat kedua Al-Baqarah ayat 31 di sana dibahan tentang soal pengajaran .
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ
هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya, “Dia mengajarkan Adam semua nama-nama (benda), kemudian
menampilkan semuanya di hadapan malaikat, lalu mengatakan, ‘Sebutkanlah
kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang
benar,’” (Surat Al-Baqarah ayat 31).
“Dan Dia mengajarkan Adam”, disinilah kita tahu bahwa proses mengajar itu adalah Transfer Knowledge yaitu memasukkan pengetahuan / memasukkan data dari pendengaran (Auditory), penglihatan (Visual), dari perasaan (Kinestetik), maka Allah masukan data itu berupa segala macam ilmu. Dari sinilah bisa kita simpulkan bahwa Manusia adalah Makhluk Pembelajar. Karena dia belajar, dan dengan belajar itulah dia akan terbentuk menjadi apa dia kedepannya dari apa yang dia pelajari. Sementara binatang bukanlah makhluk pembelajar, mereka hanya menggunakan insting saja. Makanya kandang burung tidak pernah berinovasi kecuali dibuatkan oleh manusia. Akan tetapi manusia terus berkembang karena adanya Transfer Knowledge atau pengetahuan-pengetahuan baru. Itulah yang membuat manusia menjadi makhluk yang mulia. Jadi, Allah menjadikan manusia lebih mulia karena pengetahuannya akan tetapi juga manusia bisa menjadi hina karena pengetahuannya.
Ilmu yang mereka pilih akan mempengaruhi karakternya.
Karena dalam tubuh manusia itu sudah masuk banyak informasi dan bercampurnya semua
data, maka itulah perlu yang namanya aturan. Berkumpulnya data dalam pikiran
manusia ini tentulah membutuhkan saringan. Dimana saringan ini berasal? dari
apa yang sudah diketahui sebelumnya. Misalkan kalau sebelumnya yang masuk
data-data negatif, maka ketika ada data positif masuk pasti ditolak dikarenakan
ada perbedaan data. Jika data itu berlawanan dengan kebiasaan, maka otak akan
memfilter data apakah ini? kok beda. Karena itulah penting sekali muncul yang namanya aturan.
Aturanlah yang berfungsi untuk mengatur segala sesuatunya itu. Ketika
manusia itu memiliki aturan, maka manusia akan menjadikan aturan itu sebagai pedoman
dia untuk mengolah data.
Ketika sudah ada aturan, maka mulai ada
konsekuensi dalam setiap tindakannya. Ada reward ataupun punishment. Malaikat tidak
memerlukan aturan khusus karena dia adalah makhluk yang selalu taat, begitu
juga dengan syaitan karena memang sudah tugasnya untuk berbuat jahat, binatang juga
tidak memiliki aturan. Untuk konsekuensi, reward, ataupun, punishment hanya
terjadi pada manusia. Itulah Adam, dan kita sebagai anak cucu Adam, sudah Allah
berikan kelebihan-kelebihan yang tidak Allah berikan kepada makhluk yang lain.
Sesuai dengan firman Allah SWT.
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ
Artinya : Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Kita patut bersyukur, karena Allah sudah karena sebagai anak cucu adam kita diberikan kelebihan-kelebihan yang tidak Allah berikan kepada mereka. Dengan kelebihan-kelebihan itulah manusia mampu menjadi khalifah. Jadi apa yang telah di anugerahkan oleh Allah kepada nabi Adam diteruskan oleh kita sebagai anak cucu Adam. Karakter yang dicontohkan oleh Nabi Adam ini tentunya akan terus ada. Sepanjang masih ada manusia, maka sepanjang itupula lahir manusia-manusia mulia berikutnya.
Wallahu a'lam…
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.