Setiap jebakan bisa jadi jalan kemenangan, bila disikapi dengan ketenangan.
Assalamualaikum wr. wbSuatu hari, Raja Harun Ar-Rasyid tampak tersenyum-senyum sendiri. Ia baru saja membaca kisah tentang Nabi Sulaiman, raja bijak yang memiliki kekuasaan luar biasa — bahkan mampu memindahkan istana Ratu Balqis hanya dengan izin Allah.
Dalam benaknya, sang Raja berkhayal,
“Alangkah indahnya bila istanaku berada di atas gunung. Aku bisa menikmati pemandangan negeriku dari ketinggian.”
Namun, ia kemudian tertawa kecil.
“Tapi… siapa yang sanggup melakukannya?” pikirnya.
Tiba-tiba ia teringat pada Abu Nawas. Sebuah senyum licik muncul di wajahnya.
“Ah, ini kesempatan bagus untuk menjebak Abu Nawas. Aku akan memerintahkannya memindahkan istana ini ke atas gunung. Kalau gagal, aku punya alasan untuk menghukumnya.”
Sang Raja pun memerintahkan prajurit untuk menjemput Abu Nawas.
Tantangan Mustahil dari Raja
Saat prajurit datang, Abu Nawas sedang beristirahat di rumahnya.
“Wahai Abu Nawas,” kata prajurit, “Paduka Raja memerintahkan engkau segera menghadap ke istana.”
Abu Nawas terkejut, tapi ia tak berani menolak.
Sesampainya di istana, ia langsung bersujud hormat.
“Apakah gerangan yang membuat Paduka memanggil hamba?” tanyanya.
Sang Raja tersenyum ramah.
“Abu Nawas, kemarilah dan duduklah di sampingku. Aku ingin berbicara.”
Abu Nawas pun duduk, sementara Raja mulai bercerita.
“Aku baru membaca kisah Nabi Sulaiman yang menakjubkan — beliau mampu memindahkan istana Ratu Balqis ke hadapannya. Setelah membaca itu, aku jadi ingin memindahkan istanaku ke atas gunung agar bisa menikmati pemandangan negeri ini dari sana.”
Abu Nawas menatap Raja dengan heran.
“Maksud Paduka… hamba diperintahkan untuk memindahkan istana Paduka ke atas gunung?”
“Betul sekali,” jawab sang Raja. “Aku tahu engkau cerdik, pasti bisa melakukannya. Tapi ingat, bila gagal, hukuman menantimu.”
Abu Nawas menelan ludah. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Ia tahu, itu mustahil. Namun, ia juga tahu, menolak berarti celaka.
Akhirnya, dengan terpaksa ia menjawab, “Baiklah, Paduka. Hamba akan mencoba.”
“Bagus,” kata Raja. “Aku beri kau waktu sebulan.”
Rencana Cerdik Abu Nawas
Hari demi hari berlalu, Abu Nawas tak kunjung menemukan ide. Ia memikirkan segala cara, namun semuanya tampak mustahil. Sampai akhirnya, sebuah ide cemerlang muncul di benaknya.
Tanpa menunggu waktu, ia langsung menghadap Raja.
“Wahai Abu Nawas,” kata Raja heran, “belum sebulan berlalu, apakah engkau sudah siap memindahkan istanaku?”
“Bukan begitu, Paduka,” jawab Abu Nawas tenang. “Hamba hanya ingin menyampaikan usul agar tugas besar ini berjalan lancar.”
“Apa usulmu itu?” tanya Raja.
“Sebentar lagi hari raya Idul Adha tiba — hari yang suci bagi umat Islam. Hamba bermaksud memindahkan istana Paduka tepat pada hari raya kurban itu.”
Raja tampak tertarik. “Aku setuju. Tapi apa syaratmu?”
“Syaratnya sederhana, Paduka,” jawab Abu Nawas. “Paduka harus menyembelih sepuluh ekor sapi gemuk untuk dibagikan kepada fakir miskin.”
Raja tersenyum puas. “Baiklah, aku setuju.”
Abu Nawas pun pamit pulang dengan perasaan lega dan gembira.
Hari Pemindahan Istana
Tibalah hari raya Idul Adha. Gema takbir berkumandang, menandakan hari suci telah tiba. Di istana, Raja dan para menterinya sudah berkumpul, menanti kedatangan Abu Nawas.
Tak lama kemudian, Abu Nawas muncul dengan wajah tenang. Semua mata tertuju padanya, penuh rasa ingin tahu.
“Wahai Paduka Raja,” katanya, “apakah semua orang sudah meninggalkan istana?”
“Sudah,” jawab Raja.
“Baiklah, kalau begitu, hamba akan mulai memindahkan istana Paduka.”
Abu Nawas lalu jongkok, menundukkan badan seolah bersiap mengangkat sesuatu yang berat. Ia diam cukup lama.
Raja yang heran akhirnya bertanya,
“Hai Abu Nawas, apa yang kau tunggu? Kenapa kau tidak segera memindahkan istanaku?”
Abu Nawas menjawab dengan tenang,
“Paduka yang mulia, hamba sudah siap sejak tadi. Hamba hanya sedang menunggu semua orang memindahkan tanah tempat istana berpijak ke atas pundak hamba, agar istana ini bisa hamba pindahkan ke gunung sesuai perintah Paduka.”
Raja terdiam. Para menteri saling pandang, lalu tertawa. Semua menyadari kecerdikan Abu Nawas.
Sang Raja akhirnya ikut tersenyum dan berkata,
“Abu Nawas, kau memang selalu punya cara untuk membuatku tak bisa marah.”
Dan sekali lagi, Abu Nawas lolos dari jebakan Raja dengan akalnya yang luar biasa.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kecerdikan dan ketenangan hati mampu menaklukkan masalah sebesar gunung.
JANGAN LUPA BERPRASANGKA BAIK