Rasulullah SAW menganjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram, khususnya puasa ‘Asyura, dengan keutamaan bisa menghapuskan dosa setahun pada masa lalu. Hari ‘Asyura adalah hari kesepuluh pada bulan Muharram.
صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ ۞
“Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada
Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu” (HR. Muslim no. 1975).
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ يُكَفِّرُ
السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ۞
"Dari Abu Qatadah Al-Anshari RA, Rasulullah SAW
ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, maka beliau bersabda: “Puasa 'Asyura dapat
menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).
Ibnu Abbas RA mengabarkan semangat puasa Nabi SAW
sebagai berikut:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَعْنِي
يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ ۞
“Aku tidak pernah melihat Nabi SAW bersemangat puasa
pada suatu hari yang lebih beliau utamakan atas selainnya kecuali pada hari
ini, yaitu hari ‘Asyura dan pada satu bulan ini, yakni bulan Ramadhan” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim).
LENGKAPI
PUASA ‘ASYURA DENGAN PUASA TASU’A
Rasulullah SAW menganjurkan kepada yang melaksanakan
puasa ‘Asyura, untuk melengkapi dengan puasa Tasu’a sehari sebelumnya.
Puasa Tasu'a (tanggal 9 Muharram) ini disyariatkan
untuk menyelisihi syariat puasa Yahudi dan Nasrani.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, beliau berkata,
“Ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura
dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa pada hari itu, mereka
berkomentar, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ‘Asyura adalah hari yang
diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani.’
Rasulullah SAW lalu menjawab, ‘Kalau begitu, pada
tahun depan insya Allah kita akan berpuasa (mulai) pada hari kesembilan’. Dan
belum tiba tahun yang akan datang, ternyata Nabi SAW sudah wafat” (HR. Muslim
no. 1916).
BOLEHKAN
HANYA PUASA ‘ASYURA TANPA PUASA TASU’A..?
Imam Asy-Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq
dan selainnya berkata : “Disunnahkan berpuasa pada hari kesembilan dan
kesepuluh secara keseluruhan, karena Nabi SAW telah berpuasa pada hari
kesepuluh dan berniat puasa pada hari kesembilan.”
Imam Nawawi rahimahullaah menyebutkan ada tiga
hikmah disyariatkannya puasa pada hari Tasu’a:
1. Untuk menyelisihi orang Yahudi yang hanya
berpuasa pada hari kesepuluh saja.
2. Untuk menyambung puasa hari ‘Asyura dengan puasa
di hari lainnya, sebagaimana dilarang berpuasa pada hari Jum’at saja.
3. Untuk kehati-hatian dalam pelaksanaan puasa
‘Asyura, dikhawatirkan hilal berkurang sehingga terjadi kesalahan dalam
menetapkan hitungan, hari kesembilan dalam penanggalan sebenarnya sudah hari
kesepuluh.
Meski disunnahkan berpuasa Tasu’a, namun terkadang
seseorang tidak ingat atau memiliki halangan untuk berpuasa Tasu’a, seperti
sakit, bepergian, ada pekerjaan yang berat, atau alasan lainnya.
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfah Al-Muhtaj juga
menyimpulkan bahwa tidak apa-apa berpuasa pada hari itu saja.
Jadi, bagi yang berpuasa pada hari ‘Asyura saja
tanpa menambah puasa Tasu’a sehari sebelumnya Tetap dibolehkan. Hanya saja memang yang lebih utama adalah
menambah puasa Tasu’a sehari sebelumnya
Wallohu A’lamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar