“Kepahitan hari ini adalah latihan agar jiwa
lebih tangguh esok hari.”
Daniel Goleman pernah menceritakan sebuah kisah
tentang seorang mahasiswa. Ia adalah tipe mahasiswa berprestasi, nilai-nilainya
selalu A. Namun, suatu ketika ada
seorang dosen yang memberi nilai A-.
Bagi mahasiswa ini, nilai A- terasa seperti
bencana. Ia merasa dunia runtuh hanya karena satu nilai yang menurutnya “tidak
sempurna.” Pahitnya kenyataan itu tidak bisa ia terima. Ia pulang ke rumah,
mengambil senjata, lalu kembali ke kampus. Tragis, dosennya ditembak hingga
tewas.
Sebaliknya, orang-orang yang sering menghadapi
kepahitan justru memiliki daya resiliensi
lebih tinggi. Mereka sudah terbiasa dengan kegagalan, keterbatasan, atau
ketidakadilan. Maka, ketika masalah besar datang, mereka lebih kuat bertahan.
Bahagialah kalian yang pernah merasakan
pahitnya hidup. Karena itu berarti kalian sedang ditempa. Kalian mungkin lebih
tangguh dibandingkan teman-teman yang hidupnya selalu nyaman.
Saat ini mungkin kalian merasa iri: uang
kalian pas-pasan, sementara teman-teman hidup berkecukupan. Tetapi bisa jadi,
teman kalian yang selalu nyaman itu justru tidak punya daya tahan ketika suatu
saat hidup berbalik arah. Bayangkan jika tiba-tiba rekening mereka diblokir,
hidup mereka bisa hancur. Sementara kalian, yang sudah terbiasa menghadapi
keterbatasan, bisa lebih tenang dan tabah.
Inilah inti kecerdasan emosional: bukan tentang menghindari kepahitan, tapi tentang
belajar mengelola dan bertahan di tengah pahitnya hidup.
“Kekuatan sejati bukan ada pada yang tak
pernah jatuh, melainkan pada yang berkali-kali bangkit.”
JANGAN LUPA BERPRASANGKA BAIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar