Ketika keahlian tak berpihak, biarkan akal dan keyakinan yang jadi senjata.
Assalamualaikum semuanya, semoga kita selalu dalam keadaan sehat dan dilancarkan rezekinya. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
Raja Harun Ar-Rasyid tidak henti-hentinya mencoba menjebak Abu Nawas. Namun, setiap kali dijebak, Abu Nawas selalu bisa lolos. Bahkan sering kali justru sang Raja sendiri yang dipermalukan. Raja sangat paham bahwa Abu Nawas selalu unggul jika adu kecerdikan. Karena itu, sang Raja berpikir keras bagaimana caranya mengalahkan Abu Nawas.
Akhirnya, Baginda Raja mendapat ide: ia akan mengajak Abu Nawas lomba memanah. Menurutnya, dalam memanah yang dibutuhkan adalah keahlian tangan, bukan kecerdasan otak.
Maka dipanggillah Abu Nawas ke istana.
“Gerangan apa Baginda memanggil hamba?” tanya Abu Nawas.
“Aku sedang mengadakan lomba memanah. Berhubung engkau ada di istana, maka engkau harus ikut lomba tersebut,” ucap sang Raja.
Dalam hati Abu Nawas bergumam, “Wah, kali ini aku masuk perangkap Baginda. Aku memang tidak pandai memanah, tapi dipaksa ikut. Pasti maksudnya hanya ingin mempermalukan aku.”
Raja kemudian menambahkan,
“Hai Abu Nawas, jangan bengong! Ada hadiah besar menantimu. Tapi ada syaratnya: engkau hanya boleh memanah satu kali dan harus tepat sasaran. Kalau berhasil, hadiah besar milikmu. Jika gagal, engkau harus pulang dengan cara merangkak.”
Abu Nawas menjadi makin bingung. Namun, seperti biasa, otaknya bekerja keras mencari akal. Dengan berat hati, ia mengambil busur dan anak panah, lalu membidik sasaran.
Anak panah pertama melesat jauh dari sasaran. Abu Nawas dengan cepat berteriak:
“Itu tadi gaya memanah Tuan Menteri!”
Semua orang terheran. Abu Nawas mengambil anak panah kedua, membidik, lalu melepaskan. Panah kembali melenceng jauh. Ia berseru lagi:
“Demikianlah gaya Tuan Walikota memanah!”
Raja mulai tidak sabar.
“Hai Abu Nawas! Mana gaya memanahmu sendiri? Bukan gaya orang lain!” bentak Baginda.
Dengan wajah tetap tenang, Abu Nawas menjawab,
“Tenanglah Baginda. Sebentar lagi hamba tunjukkan gaya memanah hamba.”
Abu Nawas lalu mengambil anak panah ketiga. Ia lepaskan, dan panah melesat makin jauh dari sasaran. Lagi-lagi ia berseru keras:
“Inilah gaya Tuan Lurah memanah!”
Raja semakin kesal. “Cukup Abu Nawas! Yang aku minta adalah gaya memanahmu, bukan gaya orang lain!”
Abu Nawas lalu mengambil anak panah keempat. Dengan penuh keyakinan ia membidik. Kali ini, secara kebetulan, panahnya tepat mengenai sasaran! Abu Nawas langsung berteriak lantang:
“Inilah gaya Abu Nawas memanah!”
Raja terdiam, kemudian tertawa kecil. Ia tidak bisa membantah kecerdikan Abu Nawas.
“Kau memang selalu cerdik, Abu Nawas,” ujar sang Raja sambil menyerahkan hadiah yang dijanjikan.
Bukan kuatnya tangan yang menentukan, tapi tajamnya pikiran yang memenangkan.
JANGAN LUPA BERPRASANGKA BAIK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar