Assalamualaikum semuanya, semoga kita selalu dalam keadaan sehat dan dilancarkan rezekinya. Aamiin ya rabbal ‘alamin.
Pada suatu sore yang teduh, Abu Nawas berjalan-jalan di kampung untuk mengusir kejenuhan. Ia merasa heran karena suasana kampung begitu sepi.
“Tumben kampung ini sepi, biasanya banyak orang nongkrong di pinggir jalan,” gumam Abu Nawas.
Ia pun melangkah menuju warung yang biasanya ramai dijadikan tempat berkumpul warga. Namun, di sana juga sepi. Akhirnya Abu Nawas memutuskan untuk pulang.
Tiba-tiba, dari kejauhan ia melihat kerumunan orang di lapangan. Terdengar tawa dan tepuk tangan yang meriah.
“Pantas saja kampung ini sepi, ternyata semua orang berkumpul di lapangan,” ucap Abu Nawas penasaran.
Ia pun mendekati kerumunan itu. “Ada tontonan apa ini?” tanyanya kepada salah satu warga.
“Ada pertunjukan gajah ajaib,” jawab warga singkat.
“Gajah ajaib? Apa maksudnya?” tanya Abu Nawas makin penasaran.
“Gajah itu bisa mengerti bahasa manusia,” jawab warga tersebut.
Benar saja, di depan Abu Nawas tampak seekor gajah bersama pawangnya sedang beratraksi. Setelah atraksi usai, sang pawang menawarkan tantangan:
“Hayo, siapa yang bisa membuat kepala gajah ini mengangguk, akan saya beri hadiah besar!”
Namun sebelumnya, pawang itu telah berbisik kepada gajahnya, “Apapun pertanyaan penonton, jawab dengan menggelengkan kepala. Jika ada yang memaksa, jangan mau. Ingat, tenagamu lebih kuat daripada manusia.”
Gajah itu tampak mengerti. Satu per satu warga maju untuk mencoba berbagai cara, tapi tidak seorang pun berhasil membuat gajah itu mengangguk.
Abu Nawas yang sejak tadi memperhatikan, bergumam, “Gajah ini memang luar biasa. Kalau begitu, aku harus pakai akalku.”
Ketika gilirannya tiba, Abu Nawas berdiri di depan gajah.
Ia bertanya, “Tahukah kau siapa aku?” Gajah menggeleng.
“Apakah kau tidak takut kepadaku?” Gajah menggeleng lagi.
“Apakah kau takut kepada Tuhanmu?”
Gajah terdiam. Ia bingung. Jika menggeleng, majikannya akan marah karena dianggap berani. Tapi kalau mengangguk, berarti ia tidak patuh pada majikannya.
Melihat kebingungan itu, Abu Nawas menggertak,
“Kalau kau tetap diam, akan kulaporkan engkau kepada Tuhanmu!”
Akhirnya, karena takut, gajah itu terpaksa mengangguk. Orang-orang pun bersorak kagum. Abu Nawas berhasil memenangkan hadiah besar sore itu. Sementara sang pawang pulang dengan wajah kesal pada gajahnya.
Sejak hari itu, sang pawang berniat untuk membalas Abu Nawas. Ia melatih gajahnya lebih keras. Kali ini ia memerintahkan, “Apapun yang ditanyakan penonton nanti, kau harus mengangguk! Terutama kalau itu pertanyaan Abu Nawas.”
Beberapa hari kemudian, sayembara kembali diadakan. Kali ini syaratnya berbeda: siapa yang bisa membuat gajah menggeleng, akan diberi hadiah besar. Banyak warga mencoba, namun gagal.
Ketika semua menyerah, Abu Nawas datang. Warga pun bersorak riang, penasaran dengan akal cerdiknya. Pawang hanya melirik sinis, yakin gajahnya sudah terlatih.
Abu Nawas maju mendekati gajah.
“Tahukah kau siapa aku?” tanya Abu Nawas. Gajah mengangguk.
“Apakah kau tidak takut kepadaku?” Gajah tetap mengangguk.
“Apakah kau tidak takut kepada Tuhanmu?” Gajah kembali mengangguk.
Abu Nawas tersenyum. Ia lalu mengeluarkan bungkusan kecil berisi balsem.
“Tahukah kau apa ini?” tanya Abu Nawas. Gajah mengangguk.
“Baiklah, bolehkah aku gosok selangkanganmu dengan balsem ini?”
Gajah tetap mengangguk. Abu Nawas pun mengoleskan balsem itu. Gajah merasa panas dan mulai gelisah. Kemudian Abu Nawas mengeluarkan bungkusan balsem yang lebih besar.
“Maukah engkau jika seluruh balsem ini kugunakan untuk menggosok selangkanganmu?” ancam Abu Nawas.
Gajah yang ketakutan akhirnya lupa pada perintah majikannya. Ia pun menggeleng-geleng sambil mundur beberapa langkah. Warga bersorak gembira. Abu Nawas kembali memenangkan hadiah besar, sementara sang pawang pulang dengan rasa kecewa dan tak mau lagi mengadakan pertunjukan di kampung itu.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bukan yang terkuat yang bertahan, tapi yang paling cerdas membaca keadaan.
JANGAN LUPA BERPRASANGKA BAIK

Tidak ada komentar:
Posting Komentar