Dunia itu dibagi kepada
manusia kepada empat tipe golongan.
Yang
pertama adalah orang yang diberikan kepadanya ilmu dan harta, dia punya harta
dan dia punya ilmu. Ketika dia punya harta lalu kemudian dia punya ilmu, maka
dia patuh kepada Allah, lalu kemudian dia menyambung tali silaturahmi dan dia
tahu bahwa pada harta yang dia dapatkan itu ada hak orang lain. Orang ini diberikan
kepadanya harta yang banyak lalu diberikan ilmu kemudian hartanya tidak menjadi
imam, tetapi justru ilmunya yang menjadi imam dan hartanya menjadi makmum. Kemudian
ilmu yang akan mengarahkan harta, bukan harta yang mengarahkan ilmu, ilmu itu
akan memberikan nasehat kepada harta. Ilmu yang akan kemudian mengatur
bagaimana harta yang didapatkan olehnya. Inilah yang kita lihat pada sahabat
Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, dan ulama-ulama besar seperti Imam Abu
Hanifah, dimana beliau adalah seorang saudagar kaya, tetapi beliau adalah orang
yang berilmu dan beliau terkenal dengan keilmuan. Mereka memiliki ilmu, harta dan
menjadikan ilmu komandan tertinggi pada harta yang dia miliki serta dia tidak
menjadikan harta itu menjadi komandan bagi ilmunya.
Yang
kedua, ada orang yang diberikan ilmu, tetapi tidak dikasih harta. Dari sini
kita tahu bahwa tidak seorang berilmu itu akan diberikan kekayaan, ada orang berilmu
dia bekerja keras, tapi kemudian hartanya hanya segitu - segitu aja. Karena masalah
harta itu dirilis takarannya 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan
bumi. Ada yang tidak diberikan harta tapi mereka diberikan ilmu, lalu mereka
selalu berniat “kalau nanti saya punya kekayaan, saya akan mempergunakan
kekayaan saya dalam kebaikan, lalu mereka mendapatkan kebaikan yang sama walaupun
mereka tidak mendapatkan harta itu. Akan tetapi tidak ada yang mereka pikirkan
pada pikirannya kecuali satu, “kalau saya punya harta saya akan manfaatkan
sebagaimana orang baik itu manfaatkan hartanya.” Makanya kalau ada orang baik,
jangan kita beranggapan bahwasannya orang baik itu semuanya pintar mencari
uang, ada juga yang tidak pintar mencari uang. Maka tidak perlu
membanding-bandingkan misal kita suka berkomentar, “contohnya coba pak guru itu
punya bisnis sukses”. Ada yang memang diberikan kemudahan untuk menjadi sukses
dalam masalah finansialnya. Ada orang berilmu yang mereka sudah berusaha dan
sudah berjibaku, tapi ternyata memang takarannya hanya segitu saja. Dan itu
Allah yang menentukan karena miskin dan kaya itu merupakan bagian dari takaran
yang dibagikan bagi kehidupan kita.
Banyak
orang berkata, miskin itu tidak ada.” Kata siapa miskin tidak ada? miskin itu
ada, Allah sebutkan kata miskin berulang-ulang di dalam Al-Qur’an. Miskin secara
finansial itu ada, tetapi hatinya tetap merasa cukup. Yang miskin belum tentu kurang,
yang kaya belum tentu cukup. Apakah berarti orang yang tidak diberi
harta berarti kekurangan? Belum tentu, berapa banyak orang miskin yang merasa
cukup, berapa banyak teman-teman kita gajinya di bawah UMR tetap bisa tersenyum
istrinya tetap patuh kepada suaminya, lalu kemudian anak - anaknya tahu kapan meminta
uang dan kapan tidak minta karena menakar apa yang dia minta kepada kemampuan orangtuanya.
Namun berapa banyak orang yang gajinya 20 juta tetapi masih kurang, istrinya tidak patuh, karena istrinya masih
membandingkan suaminya dengan suami teman-temannya, anak-anaknya tidak peduli
apapun yang dia inginkan harus dituruti sampai orangtuanya tidak bisa menolak.
Ada
yang ketiga itu adalah orang yang diberikan harta, namun tidak diberikan ilmu. Akhirnya
hartanya menjadi komandan dalam kehidupan, maka dia perlakukan harta itu pada
sesuatu yang dia mau, dia tidak perduli tentang apapun yang dia pedulikan hanyalah
kesenangannya. Kalaupun dia memperhatikan masalah-masalah umum, masalah-masalah
ini dia hanya perhatikan satu atau dua persen dari jumlah harta yang dia miliki.
Lalu dia berbuat maksiat teru menerus. Tidak ada yang dia inginkan kecuali bertambahnya
rekening yang dia miliki.